Link my Banner

all about us

Slemania titik hitam sudh berdiri sekitar 3 tahun yang lalu di kota Wates. Slemania titik hitam sendiri adalah salah satu dari puluhan atau ratusan laskar yang berada di bawah bendera Slemania.

Sampai sekarang jumlah anggota aktif Slemania Titik Hitam berkisar 50an orang yang kebanykan berdomisili di wilayah Wates dan sekitarnya.

Slemania titik hitam berbase camp di Wates,Yogyakarta.

Jarak dan waktu bukan merupakan halangan bagi kami untuk selalu mensupport PSS.

Di usia yang menginjak tahun ketiga ini kami berharap kami dapat selalu memberikan yang terbaik bgi PSS. Cemoohan dan ejekan sudah sering kami dapatkan tapi kami tak pernah gentar menghadapi itu semua. Anjing menggongong khafilah berlalu.



From Wates with Love

From Wates to PSS

Ketika Tiket Pertandingan Tak Menjadi Sumber Pemasukkan

Penjualan tiket pertandingan menjadi salah satu lumbung pemasukkan untuk pembiayaan bagi tim PSS. Tapi itu dulu, sebelum musim kompetisi Liga Indonesia tahun ini. Kini, Panpel PSS yang dibebani target mengurus sumber pendanaan itu harus berupaya tidak terus nombok.
Ketika Tiket Pertandingan Tak Menjadi Sumber Pemasukkan
SEJAK putaran kedua kompetisi Divisi Utama musim ini lalu, Panpel PSS harus mengetatkan ikat pinggang. Hasil yang diperoleh dari hasil tiket menonton laga PSS itu tak lagi mampu menutup biaya operasional pertandingan.
MIS
Setiap laga sejak putaran kedua, pemasukkan dari penonton di Stadion Maguwoharjo tak pernah lebih dari angka Rp 100 juta. Beruntung, satu laga saat PSS menjamu Persibom Bolaang Mongondow Senin (9/3) silam, Panpel mengantongi uang tontonan sebesar Rp 103 juta.

“Biaya operasional panpel memang cukup besar dengan menyewa stadion total sekitar Rp 120 juta. Dulu memang ditarget, tapi dengan kondisi seperti ini, bak-bok (impas) saja sudah bagus,” papar Sekretaris Panpel Haris Sutarta SE kepada Radar Jogja.

Ada dua faktor yang menjadi pengaruh besar bagi animo penonton (Slemania). Kondisi kualitas tim menjadi faktor utama. Selama putaran pertama, performa tim yang dipenuhi pemain-pemain layak jual, mampu menyedot penonton sehingga panpel tak harus nomboki biaya operasional.

“Yang juga mempengaruhi jumlah animo penonton adalah jadwal pertandingan. Kalau di luar hari Minggu (libur) jelas penonton menurun. Apalagi dengan kondisi tim seperti saat ini. Seperti saat menjamu Persigo Gorontalo (Jumat, 13/3) lalu, kami hanya dapat Rp 83 juta sekian. Padahal PSS baru saja menang dari Persibom,” urai Kasubid Pendaftaraan Pendataan Kantor BPKKD Sleman itu.

Panpel PSS memang mengeluh dengan jadwal yang dilakoni skuad Laskar Super Elang Jawa selama musim kompetisi tahun ini. Sejak diputarnya Liga Indonesia September tahun lalu, PSS tidak pernah menggelar laga kandang di hari libur. “Pernah sekali Sabtu di putaran pertama lalu dan saat menjamu Persibom yang kebetulan hari libur nasional. Itu saja,” lanjutnya.

Kondisi minimnya animo publik Sleman untuk menonton aksi tim kesayangannya itu, disikapi Panpel PSS dengan sportif. Panpel mengurangi honorarium anggotanya sebesar 50 persen. “Padahal tugasnya sangat berat. Harus menyiapkan seluruh persiapan laga kandang. Mau bagaimana lagi itu yang bisa kami lakukan,” tandas Haris.

Sebetulnya ada pos pengeluaran yang bisa dikurangi demi menekan biaya operasional. Yakni jatah biaya operasional aparat keamanan. Namun, panpel merasa tak berdaya ketika pihak aparat keamanan tak mau menurunkan jumlah personelnya. Dan ternyata, jatah itu bukan hanya untuk aparat yang bertugas di stadion (saat pertandingan berlangsung) saja. Tapi juga untuk petugas yang ada di jalan-jalan menuju stadion.

Jatah operasional di pos ini mencapai 25 hingga 30 persen dari keseluruhan biaya operasional. “Hitung saja kira-kira berapa dari rata-rata biaya operasional. Kami juga nggak bisa apa-apa, katanya ini sudah pengamanan standar. Nggak bisa ditekan lagi,” tukas Ketua Panpel Hardo Kiswoyo SE.

Agus Wahyu- Radar Jogja

0 komentar:

Posting Komentar

BERITA TERBARU

  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP