Link my Banner

all about us

Slemania titik hitam sudh berdiri sekitar 3 tahun yang lalu di kota Wates. Slemania titik hitam sendiri adalah salah satu dari puluhan atau ratusan laskar yang berada di bawah bendera Slemania.

Sampai sekarang jumlah anggota aktif Slemania Titik Hitam berkisar 50an orang yang kebanykan berdomisili di wilayah Wates dan sekitarnya.

Slemania titik hitam berbase camp di Wates,Yogyakarta.

Jarak dan waktu bukan merupakan halangan bagi kami untuk selalu mensupport PSS.

Di usia yang menginjak tahun ketiga ini kami berharap kami dapat selalu memberikan yang terbaik bgi PSS. Cemoohan dan ejekan sudah sering kami dapatkan tapi kami tak pernah gentar menghadapi itu semua. Anjing menggongong khafilah berlalu.



From Wates with Love

From Wates to PSS

Menengok Korban Sweeping Kekerasan Pendukung PSIM

Bantul…, Bantul…, Hey… Bantul langsung bluk, bluk, bluk itulah kata-kata yang teringat Nurcahyo Harnowo, korban kekerasan supporter PSIM saat laga Copa Indonesia PSIM kontra Persiba Bantul di Stadion Mandala Krida, Minggu (14/12). Tragisnya, ia hajar dan dipukuli dengan tongkat oleh penonton berbaju pendukung PSIM, di depan bapak kandungnya. Ia pun selamat setelah berhasil ditolong aparat kepolisian.

Heri Susanto, Bantul

Sore itu, Nowo, nama panggilannya tidak berencana untuk menyaksikan pertandingan tim kebanggaanya itu ke Mandala. Ia hanya ingin menonton aksi Seto Nurdiyantara dkk di stasiun tv swasta nasional yang ia ketahui di spanduk reklame akan disiarkan live salah satu TV swasta.
Namun, menjelang pertandingan dimulai, pukul 15.30, penantianya di depan tv ternyata tidak sesuai harapan. Akhirnya, tanpa berpikir panjang, ia mengajak bapaknya, Sabar, untuk bergegas menuju Stadion Mandala Krida.
“Saat itu, saya nggak pikir panjang. Yang penting bisa menyaksikan pertandingan Persiba. Saya nggak perlihatkan kaos suporter hanya jaketan karena memang dari Paserbumi sendiri menyarankan tanpa atribut,” tuturnya kepada Radar Jogja di rumahnya di daerah Jetis Bantul, kemarin.
Sesampainya di stadion, pertandingan sudah berlangsung. Mengenakan kaos warna merah di balik jaket jeans-nya ia pun percaya diri untuk duduk bersama bapaknya bersanding dengan suporter tuan rumah.
Meski, duduk aman bersama pendukung setia PSIM itu, tampaknya tetap tak membuatnya nyaman. Pada akhir pertandingan, ia keluar melewati pintu 14 tribun suporter netral atau tak mengenakan seragam biru. “Kebetulan, saat pintu untuk masuk penuh, bapak mengajak ke pintu barat (14) yang agak longgar,”ungkapnya.
Ketika langkah kakinya hampir mencapai tangga paling bawah. Ternyata sudah ditunggu seorang suporter tuan rumah. Semula, yang menjadi sasaran, adalah penonton yang mengenakan kaos hijau. ”Ia diteriaki Slemania, tapi lolos dari kejaran mereka (para pendukung berkaos Biru). Akhirnya, sasaran dialihkan ke saya yang berada di belakangnya,” bebernya.
Nowo seketika menjadi korban keganasan suporter disaksikan bapaknya sendiri. Sabar yang melihat putra kesayangannya dipukuli dengan tangan dan bambu, hanya bisa berdoa dan minta tolong Polisi. Beruntung, ketika masih mengenakan jaket jeans tetutup rapat, aparat kepolisian segera menolong.
”Aparat tidak cepat tanggap, jika saya tidak berlari mencarinya minta tolong. Lima menit saja anak saya nggak ditolong polisi, pasti nggak selamat. Karena memang digebuki dan dipukuli seperti kewan saja, ” keluh sang bapak Sabar yang mengaku shock melihat nasib buruk anak kandungnya menjadi bancakan suporter brutal berbaju biru itu.
Yang membuat ia masih miris jika teringat insiden itu lantaran ia menyaksikan para suporter PSIM melakukan penyisiran dan sweeping penonton berbaju merah. “Siapa saja yang berbaju merah saya lihat langsung dipukuli. Ada yang pakaiannya disuruh copot lalu dibakar. Kalau dibilang kita teriak-teriak mengejek, itu bohong besar. Kami ini wong ndeso yang mau macem-macem,” tukasnya.
Remaja berusia 21 tahun yang telah terkapar itu, selanjutnya dibawa bersama bis yang membawa tim Persiba. Rasa sakitnya sedikit berkurang dengan bantuan penanganan tim medis The Reds.
Dengan kondisi yang masih mengeluarkan darah dari mulut dan hidung, pengurus Persiba segera melarikannya ke RS PKU Bantul. Oleh dokter setempat, ia divonis gegar otak. Tetapi, setelah didiagnosa di RS Nur Hidayah Bantul, kepalanya hanya menderita memar dan lebam. ”Sebenarnya masih harus opname di rumah sakit. Tapi saya takut kalau kelamaan rawat inap, biayanya besar,” lontar Sabar.
Sabar, sebenarnya tak terima dengan nasib yang menimpa anaknya. Ia mengaku bahwa dirinya orang kecil yang tak tahu harus meminta pertanggungjawaban kepada siapa. “Siapa yang tega melihat anak sendiri dianiaya orang hanya lantaran beda baju. Saya tak bisa apa-apa karena mereka orangnya banyak. Apalagi sambil asal memukuli orang yang dianggap warga Bantul karena pakai merah.

0 komentar:

Posting Komentar

BERITA TERBARU

  © Blogger template The Professional Template II by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP